Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

PTK DAN PTS

DOWNLOAD PTK SMA BAHASA JERMAN KELAS XI

DOWNLOAD PTK SMA BAHASA JERMAN KELAS XI-Bahasa Jerman merupakan salah satu bahasa asing yang termasuk dalam program pilihan yang ditawarkan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Tahun 2006 bagi siswa SMA.  
Pemerolehan bahasa asing  pada siswa SMA masih tergolong baru, sehingga materi pelajaran yang diperoleh masih sangat sederhana, yakni tentang perkenalan dan kehidupan di sekolah. Materi tersebut memang kurang menarik jika dibandingkan dengan pemerolehan bahasa Inggris yang sudah mereka pelajari sejak di bangku taman kanak-kanak bahkan play group. Ketidaktertarikan siswa terhadap pembelajaran juga didukung adanya kondisi siswa yang masuk program bahasa, hanya tiga orang dari 17 siswa yang murni memilih kelas propram bahasa sedangkan lainya karena tidak lulus kriteria masuk kelas program IPA maupun IPS. Kondisi seperti ini menimbulkan berbagai kendala, misalnya siswa yang pasif, hanya memilih diam dan kurang motivasi.
Kendala-kendala yang terjadi memotivasi peneliti untuk mengadakan sebuah penelitian dengan harapan dapat memberi variasi pembelajaran. Peneliti mencobakan teknik Role play untuk mengatasi kendala tersebut. Role Play memang mempunyai daya tarik tersendiri. Banyak hal yang dipelajari oleh siswa sebelum role play dilaksanakan. Pertama siswa menyiapkan sebuah narasi. Disinilah siswa belajar memproduksi kalimat, secara tidak langsung siswa belajar memilih kosakata yang tepat, menggunakan tatabahasa yang benar serta melafalkan ujaran dengan tepat, di samping belajar bermain peran yang bermanfaat untuk latihan tampil percaya diri didepan kelas. Download PTK SMA bahasa jerman

Penelitian ini dilaksanakan di kelas XI Bahasa SMAN 3 ..., dengan jumlah siswa sebanyak 17 orang. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas dengan 3 siklus. Setiap siklus membutuhkan dua kali pertemuan dan setiap siklus dilaksanakan melalui 4 tahapan, yakni perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketertarikan siswa terhadap Bahasa Jerman mulai meningkat. Hal ini ditunjukkan dari hasil observasi melalui pengamatan visual maupun hasil perekaman. Dengan role play perbendaharan kosakata siswa meningkat, begitu juga dengan penggunaan tatabahasanya. Semakin banyak kosakata yang dimiliki, dan semakin terampil menggunakannya dalam kalimat, maka mereka akan semakin terampil berbicara.

Laporan penelitian tindakan kelas ini membahas BAHASA JERMAN SMA yang diberi judul MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA BAHASA JERMAN SISWA KELAS XI BAHASA SMA NEGERI DENGAN MENGGUNAKAN ROLE PLAY". Disini akan di bahas lengkap.


PTK ini bersifat hanya REFERENSI saja kami tidak mendukung PLAGIAT, Bagi Anda yang menginginkan FILE PTK BAHASA JERMAN SMA KELAS XI lengkap dalam bentuk MS WORD SIAP DI EDIT dari BAB 1 - BAB 5 untuk bahan referensi penyusunan laporan PTK dapat (SMS ke 0856-47-106-928 dengan Format PESAN PTK SMA 069).


CONTOH LENGKAP PTK BAHASA JERMAN SMA

BAB I
PENDAHULUAN


A.  Latar  Belakang Masalah 
Bahasa Jerman merupakan mata pelajaran yang baru dikenal oleh siswa SMA di kelas XI program Inti dengan durasi waktu 2 XI 45 menit setiap minggu. Materi yang diajarkan relatif masih sederhana yakni bagaimana memperkenalkan diri dan orang lain serta bagaimana percakapan di sekolah. Sedangkan di kelas XI  program bahasa ada penambahan jam mengajar yakni 4 XI 45 menit. Perlu juga diketahui bahwa siswa-siswa yang masuk ke dalam kelas bahasa mempunyai latar belakang yang berbeda-beda, ada yang karena memang menjadi pilihan pertama pada saat memilih program di kelas XI, tetapi kebanyakan mereka terpaksa masuk kelas bahasa oleh karena tidak lulus kriteria penetapan penjurusan baik IPA maupun IPS. 
Dari 17 siswa, mereka yang memilih program  bahasa  pada pilihan  pertama sebanyak 3 siswa atau 17,6 %, sedangkan 2 siswa atau 11,7 % sebagai pilihan kedua dan selebihnya adalah benar-benar siswa yang tidak memilih program bahasa. Bisa dibayangkan bagaimana kondisi siswa pada saat pembelajaran, siswa yang kurang berminat mempelajari bahasa, nampak dikelas kurang aktif, lebih banyak diam. pernah peneliti mencoba untuk tanya jawab lisan tentang materi yan sudah pernah diajarkan, namun hanya 3-5 siswa yang memberi respon sedangkan yang lain hanya diam. Suasana belajar kurang menyenangkan. Keterpaksaan masuk kelas program bahasa benar benar menjadikan suasana yang sulit bagi mereka untuk menyesuaikan proses pemelajaran.

Dengan kondisi tersebut di atas tentunya suasana belajar di kelas bahasa menjadi  kurang kondusif, begitu pula dengan motivasi belajar siswanya yang rendah dibandingkan dengan siswa yang berada di program IPA maupun IPS.  Sekalipun materi–materi yang diajarkan tergolong sangat sederhana namun tidak membuat siswa dapat mudah menerima ataupun tertarik mempelajarinya. Di samping itu tatabahasa yang mereka pelajari juga masih sangat sederhana, mungkin bisa dikatakan mempelajari Bahasa Jerman  tingkat Taman Kanak-Kanak di negara Jerman. Padahal siswa lebih senang membahas materi–materi yang berhubungan dengan dunia remajanya. 
Peneliti mencoba memberi variasi lain untuk menumbuhkan ketertarikan siswa terhadap Bahasa Jerman. Salah satu strategi yang telah peneliti lakukan adalah belajar sambil bermain, yang dikemas dalam sebuah permainan peran atau yang dikenal dengan role play. Agar mereka merasa senang dengan pembelajaran Bahasa Jerman, tema role play didiskusikan bersama sesuai dengan keinginan mereka. 

Dengan role play, siswa akan mempersiapkan terlebih dulu bentuk percakapannya, kalimat-kalimat yang hendak disampaikan. Dan saat memproduksi kalimat inilah banyak kendala yang mereka hadapi, antara lain:  pilihan kosakata, ujaran, pelafalan maupun ketatabahasanya. Masalah yang paling banyak dijumpai adalah proses menyusun kalimat sesuai dengan tatabahasa Jerman. Sehubungan banyak kemiripan antara Bahasa Jerman dan Bahasa Inggris, peneliti sesering mungkin mengkaitkan materi pelajaran Bahasa Jerman dengan menggunakan Bahasa Inggris. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah penyusunan kalimat dan mempercepat pemahaman materi Bahasa Jerman sehingga tampilan mereka dalam bermain peran dapat optimal. 
Banyak teknik untuk meningkatkan kemampuan berbicara, namun peneliti lebih cenderung memilih teknik role play karena memiliki daya tarik tersendiri bagi siswa. Mengapa demikian? Pertama siswa terlebih dulu menyusun sebuah narasi, mereka secara tidak sengaja belajar menyusun kalimat menurut tata bahasa Jerman yang benar. Andaikan kalimat yang mereka hasilkan tidak sesuai dengan tatabahasa yang benar dan kosakata yang tepat, maka akan mempersulit pemahaman bagi lawan bicaranya ataupun bagi yang mendengarkan. 

Gillian Porter Ladousse (1987) memberi dukungan bahwa role-play menambah variasi, perubahan perilaku dan kesempatan memproduksi  kalimat serta   banyak kesenangan.(role play into the classroom adds variety, a change of pace and opportunities for a lot of language production and also a lot of fun!). Pendampingan guru dalam hal ini  mutlak diperlukan karena mereka masih baru mengenal tatabahasa Jerman dan minim kosakata. Kedua, setelah siswa selesai menyusun narasi, mereka belajar memperagakan isi narasi tersebut dalam unjuk kerja yang berupa bermain peran. Siswa secara tidak sengaja lagi belajar melafalkan kosakata dengan benar dan juga belajar akting sesuai dengan yang mereka perankan.  Dengan semakin sering siswa diberi kesempatan untuk tampil di depan kelas baik itu menjawab pertanyaan ataupun unjuk kerja lainnya, lama-kelamaan mereka akan berani menyampaikan gagasannya, dan nantinya  mereka akan mempunyai rasa percaya diri. Tidak sedikit orang yang takut berbicara baik secara formal maupun informal didepan forum.  
Pendapat ini didukung oleh Maidar G. Arsjad yang juga menyatakan bahwa banyak ahli terampil menuangkan gagasannya dalam bentuk tulisan, namun mereka  sering kurang terampil menyajikannya secara lisan. Apalagi berbicara secara formal tidaklah semudah yang dibayangkan orang. Walaupun secara alamiah setiap orang mampu berbicara, namun berbicara secara formal atau dalam situasi resmi sering menimbulkan kegugupan sehingga gagasan yang dikemukakan menjadi tidak teratur. Bahkan yang lebih parah lagi ada orang yang tidak berani berbicara sama sekali. Anggapan bahwa setiap orang dengan sendirinya dapat berbicara, telah menyebabkan pembinaan kemampuan berbicara ini sering diabaikan. (1987: 23)


B.  PERUMUSAN DAN PEMECAHAN MASALAH
1. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, permasa-lahan yang ada dapat di rumuskan sebagai berikut:
a.Bagaimana penggunaan role play dapat meningkatkan kemampuan berbicara Bahasa Jerman?
b. Apakah penggunaan role play dapat meningkatkan kualitas pembelajaran Bahasa Jerman ?

2.  Pemecahan Masalah
Rendahnya kemampuan berbicara Bahasa Jerman siswa kelas XI Bahasa SMA Negeri 3 Sidoarjo disebabkan oleh perasaan takut berpendapat. Hal ini menyebabkan hasil pembelajaran kurang optimal. Jika siswa punya keberanian berbicara dan berpendapat serta disajikan pendekatan yang lebih variatif dan menarik akan bisa meningkatkan kualitas pembelajaran Bahasa Jerman. Teknik role play dipandang oleh peneliti tepat untuk mengatasi masalah tersebut, karena dengan teknik ini maka siswa secara tidak sengaja belajar melafalkan ujaran dengan benar dan menyusun kalimat dengan menggunakan kosakata yang tepat serta tatabahasa yang benar melalui peran yang mereka mainkan. Semakin sering siswa memproduksi kalimat maka semakin lancar mereka mengungkapkan gagasan atau idenya. 

3.   Tujuan Penelitian
Setelah kegiatan pembelajaran kemampuan berbahasa Jerman dengan menggunakan Role Play  diharapkan :
a. Untuk meningkatkan kemampuan berbicara Bahasa Jerman dengan menggunakan role play .
b. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran Bahasa Jerman dengan menggunakan role play.

 4.   Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat yang berarti bagi :
a. Guru sebagai peneliti: berdampak bagi pengembangan profesionalisme guru terutama dalam penyusunan karya tulis ilmiah, dan meningkatkan kualitas pembelajaran Bahasa Jerman.
b. Siswa: mudah menerima materi pelajaran khususnya meningkatkan kemampuan berbicara, dan merasa mendapat perhatian serta kesempatan untuk menyampaikan gagasan  sesuai dengan kemampuannya.
c. Guru Lain: sebagai rujukan bagi teman sejawat untuk mengembangkan profesionalitasnya, terutama dalam pembuatan karya tulis ilmiah yang nantinya beroleh manfaat untuk kenaikan pangkat.
d. Lembaga: adanya sumber daya manusia yang berkualitas, maka akan menghasilkan anak didik yang berkualitas pula sehingga secara otomatis tujuan pendidikan akan tercapai secara optimal.

DOWNLOAD LENGKAP PTK KENAIKAN PANGKAT GURU SMA

BAB II
LANDASAN TEORI



A.  Berbicara
Ujaran (speech) merupakan suatu bagian yang integral dari keseluruhan personalitas atau kepribadian, mencerminkan lingkungan sang pembicara, kontak-kontak sosial, dan pendidikannya. Aspek-aspek lain seperti cara berpakaian atau mendandani pengantin, adalah bersifat eksternal, tetapi ujaran sudah bersifat inheren, pembawaan. (Tarigan,1996:15)
Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Sebagai perluasan dari batasan ini dapat kita katakan bahwa berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan. bahasa jerman kurikulum 2013 Lebih jauh lagi, berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis,neurologis, semantik, dan linguistik sedemikian ekstensif, secara luas sehinga dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol sosial. (Tarigan,1996:15)

Dengan demikian maka berbicara itu lebih daripada hanya sekedar pengucapan bunyi atau kata-kata. Berbicara adalah suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak. Berbicara merupakan instrument yang mengungkapkan kepada penyimak hampir-hampir secara langsung apakah sang pembicara memahamai atau tidak, baik bahan pembicaraanya maupun para penyimaknya: apakah dia bersikap tenang, serta dapat menyesuaikan diri atau tidak, pada saat dia mengkomunikasikan gagasan-gagasannya; dan apakah dia waspada serta antusias atau tidak. (Mulgrave,     1954:3–4).

B . Berbicara sebagai seni dan ilmu
Wilayah ‘berbicara” biasanya dibagi menjadi dua bidang umum, yaitu :
1. Berbicara terapan atau berbicara fungsional (the speech arts).
2. Pengetahuan dasar berbicara (the speech sciences) (Mulgrave,1954:6).
Dengan perkataan lain, berbicara dapat ditinjau sebagai seni dan juga ilmu.
Kalau kita memandang berbicara sebagai seni maka penekanan diletakkan pada penerapannnya sebagai alat komunikasi dalam masyarakat sebagai berikut:     (1) Berbicara di muka umum, (2) Semantik: Pemahaman makna kata, (3) Diskusi kelompok, (4) Argumentasi, (5) Debat, (6) Prosedur parlementer, (7) Penafsiran lisan, (8) Seni drama, (9) Berbicara melalui udara
Kalau kita memandang berbicara sebagai ilmu maka hal-hal yang perlu ditelaah antara lain: (1) Mekanisme bicara dan mendengar, (2) Latihan dasar bagi ajaran dan suara, (3) Bunyi-bunyi bahasa, (4) Bunyi-bunyi dalam rangkaian ujaran, (5) Vowel-vowel, (6) Diftong-diftong, (7) Konsonan-konsonan, (8) Patologi ujaran. (Mulgrave,1954:9)

      Dalam berbicara ini peneliti meneliti Seni Drama dalam meningkatkan kemampuan berbicara (khususnya Bahasa Jerman). Dengan demikian peneliti memandang berbicara sebagai seni dalam hal ini, yaitu penekanan diletakkan pada penerapan sebagai alat komunikasi dalam masyarakat.
C. Role Play
Menurut Gillian Porter Ladousse (1987:5) ‘role play’ berasal dari kata ‘role’ yang artinya ambil bagian dalam sebuah kegiatan khusus dan ‘play’ yang artinya peranan itu diambil/dipakai dalam sebuah lingkungan dimana siswa dapat mengembangkan sepenuhnya daya cipta dan bermain. Sekelompok siswa bermain peran di dalam kelas dengan baik sama halnya dengan sekolompok anak yang sedang bermain sekolah-sekolahan, perawat dan dokter, atau Star wars. Keduanya secara tidak sadar mengaktualisasikan dan dengan bermain peran mereka mencobakan pengetahuan dunia nyatanya dan mengembangkan kemampuannya untuk berinteraksi dengan masyarakat. Kegiatan ini sangat menyenangkan dan tidak merusak pribadi siswa atau anak tersebut. Bermain peran ini akan dapat  menumbuhkan kepercayaan diri daripada merusaknya. 

Pernyataan yang hampir sama diungkapkan oleh Joanna Budden dalam http://www.teachingenglish.org.uk/think/speak/role_play.shtml (10 Oktober 2006), tentang role play bahwa role play is any speaking activity when you either put yourself into somebody else's shoes, or when you stay in your own shoes but put yourself into an imaginary situation, yang artinya adalah kegiatan berbicara dimana pemain dapat berperan menjadi orang lain atau dapat berperan menjadi dirinya sendiri tetapi berimajinasi dalam berbagai situasi. kamus bahasa jerman Orang yang berimajinasi adalah bahwa siswa dapat berperan dalam waktu tertentu sebagai jutawan, bintang film dan lain lain. Siswa juga dapat berpendapat seperti orang lain yang sedang mereka perankan. Sedangkan situasi imajinatif adalah bahwa bahasa yang digunakan menurut skenario situasi yang diperankan, misalnya di restoran, check in di bandara dan lain-lain.(Imaginary situations - Functional language for a multitude of scenarios can be activated and practised through role-play. 'At the restaurant', 'Checking in at the airport' ). Dengan demikian, role play adalah suatu kegiatan berbicara dimana pemain dapat berperan sebagai orang lain maupun dirinya sendiri dalam berbagai situasi imajinatif yang mampu mengembangkan kemampuan daya cipta dan bermain sepenuhnya.
1. Penggunaan Role Play
Secara luas disetujui bahwa belajar terjadi bila kegiatan-kegiatannya menyenangkan dan dapat  diingat. Jeremy Harmer yang dikutip oleh Gillian Porter Ladousse (1987:6) menegaskan, penggunaan role play digunakan dengan alasan sebagai berikut; a) menyenangkan dan memotivasi, b) siswa yang diam mendapat kesempatan untuk mengekspresikan diri mereka ke arah kemajuan, lingkungan di dalam kelas dan di luar kelas menjadi tak terbatas serta menawarkan kesempatan penggunaan bahasa secara luas. Selain itu para siswa yang mendapat kesempatan menggunakan Bahasa Inggris bisa mengulang Bahasa Inggrisnya dalam situasi yang nyaman. Situasi nyata dapat tercipta dan para siswa mendapatkan keuntungan dari latihan. Kesalahan apapun yang mereka buat tidak membebani. 

2. Manfaat Role Play
a. Banyak macam pengalaman bisa dibawa kedalam kelas lewat role play. Rentangan fungsi dan struktur bahasa dan luasnya kosakata yang diperkenalkan melaju/berkembang tanpa batas. Melalui role play kita bisa melatih siswa mengembangkan ketrampilan berbicara dalam berbagai situasi.
b. Role Play meletakkan siswa pada berbagai situasi yang bermanfaat untuk mengembangkan bahasa dalam memperlicin hubungan sosial
c. Beberapa orang sedang belajar Bahasa Inggris untuk tujuan kehidupanya; khususnya bagi orang yang akan bekerja atau bepergian ke luar negeri. 
d. Role Play membantu kebanyakan siswa pemalu  dengan menyediakannya sebuah topeng. Beberapa siswa pendiam mungkin mempunyai kesulitan dalam berinteraksi dan beraktivitas lainnya. Dengan role play siswa terbebas oleh karena mereka tidak merasa pribadinya terlibat. 

e. Alasan terpenting menggunakan role play tidak lain adalah kegembiraan. Sekali siswa memahami dengan apa yang diharapkan, mereka menikmati imajinasinya.
Akhirnya, role play merupakan salah satu dari seluruh teknik komunikasi yang mengembangkan siswa lancar berbahasa, yang memajukan interaksi di dalam kelas, dan yang meningkatkan motivasi. Role play juga tidak hanya mendorong siswa belajar  bersama rekan seusianya, tetapi juga meningkatkan  kebersamaan guru dan siswa untuk bertanggung jawab terhadap proses belajar. Role play mungkin merupakan teknik yang paling fleksibel dan guru-guru yang segera mengunakan role play dapat mempertemukan kebutuhan–kebutuhan yang tak terbatas dengan latihan bermain peran secara efektif dan tepat.

3. Hal – hal yang  perlu diperhatikan dalam  Role Play
a. Siap untuk berhasil
Role play di tingkat dasar. Mencoba memikirkan bahasa yang akan siswa gunakan. Siswa mungkin perlu ekstra dukungan untuk memiliki bahasa tersebut. Ketika mereka sedang bermain peran, siswa merasa telah dilengkapi dengan bahasa yang memadai. Untuk tingkat lebih tinggi, siswa tidak perlu banyak dukungan tetapi mereka perlu waktu masuk dalam peranan itu.
b. Peranan Guru
Beberapa kemungkinan peranan guru, yakni a) Fasilitator, siswa mungkin membutuhkan kosakata baru dari guru, b) Penonton: guru mengamati, memberi komentar dan nasehat pada akhirnya, c) Partisipan: kadang-kadang ikut ambil peranan pada permainan tersebut
c. Bawalah situasi kegiatan menjadi hidup. Bermain perang dengan mengambil cerita dan juga properti yang nyata, misalnya berperan sebagai pemilik pizza dengan pelanggannya. Hal ini akan membuat pembelajaran lebih menyenangkan dan mudah diingat.
d. Tetap nyata dan relevan. Cobalah menjaga peranan siswa untuk bermain senyata mungkin. Walaupun itu sulit siswa  diajak untuk membayangkan kegiatan tersebut terjadi di jantung kota di Inggris. 

e. Feed in language. Saat siswa macet mendapatkan kata atau frasa, guru  memberikan bantuan berperan seolah-olah sebagai kamus berjalan. Jika tidak guru bisa mengijinkan siswa untuk minta timeout guna mencari arti kata di kamus. Adalah pokok atau fundamen menyuapi siswa dengan bahasa yang dibutuhkan. Dengan demikian, siswa  akan mempelajari kosakata dan tatabahasa alam lingkungan yang mudah diingat dan alami.
f. Pembetulan kesalahan. Ada banyak cara untuk membenarkan kesalahan ketika menggunakan teknik bermain peran. Beberapa siswa senang dibenarkan langsung setelah permainan selesai. Kalimat yang salah bisa ditulis dipapan tulis untuk dikoreksi bersama. Ada 3 cara dalam pembetulan kesalahan, yakni: 1) Self Correction Jika alat perekaman seperti video atau audiocasette ada, siswa diberi kesempatan mendengarkan hasil tampilannya  dan merenungkan bahasa yang telah digunakan. Mereka mungkin dengan mudah memeriksanya, 2) Peer – correction. Teman sekelasnya bisa mengoreksi kesalahan temannya. Hati-hati untuk tetap menjaga bahwa koreksi teman sebaya merupakan pengalaman positif dan menguntungkan untuk keterlibatan semua siswa, dan  3) Buat catatan kesalahan-kesalahan yang umum demi keberhasilan pelajaran berikutnya agar siswa tidak kehilangan motivasi setelah dibetulkan. Negosiasi dengan siswa terlebih dulu bagaimana mereka ingin dikoreksi.

g. Gunakan imajinasimu dan bersenanglah.
Bermain peran yang paling sukses yang saya lakukan tahun lalu bersama dengan sekelompok remaja. Kelas dibagi dengan kelompok berpasangan dengan memerankan skater boy yang akhirnya mempertemukan mantan teman wanitanya diakhir konser. Hasilnya sangat lucu dan saya terkejut ketika mereka semua ikut ambil peranan.  Akhirnya,  Role play bisa menjadi kegiatan yang menyenangkan.  Anda mungkin terkejut dengan hasil akhirnya. 
          Dalam Role Play (Bermain Peran), pemain diminta untuk melakukan peran tertentu dan menyajikan "permainan peran" dan melakukan "dialog-dialog" tertentu yang menekankan pada karakter, sifat atau sikap yang perlu dianalisa. Bermain peran haruslah mengungkapkan suatu masalah atau kondisi nyata yang akan dipergunakan bahan diskusi atau pembahasan materi tertentu. Dengan demikian, setelah selesai melakukan peran, langkah penting adalah analisis dari bermain peran tersebut. Para pemain diminta untuk mengemukakan peran dan perasaan mereka tentang peran yang dimainkan, demikian pula dengan peserta yang lain.

Menerapkan role play ke dalam kelas dapat menambah variasi, perubahan dan kesempatan menghasikan bahasa dan juga memberikan banyak kesenangan. Role play juga dapat menjadi bagian dari kelas secara menyeluruh. Jika guru yakin bahwa kegiatan akan berlangsung dan dukungan penting tersedia akan membawa keberhasilan. Bagaimanapun juga jika guru tidak yakin akan kesahihan bermain peran maka dia jatuh ke dalam keinginannya tersebut. Oleh karena itu berpikirlah positif dan terus lakukan memungkinkan anda mendapatkan kejutan yang menyenangkan.

CONTOH PTK BAHASA JERMAN WORD

BAB III
METODE  PENELITIAN


A. Gambaran Umum Penelitian
Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau disebut Classroom Action Research (CAR). PTK adalah bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan rasional dari tindakan–tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam terhadap tindakan–tindakan yang dilakukan itu serta memperbaiki kondisi  praktek-praktek pembelajaran tersebut dilakukan. Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan melalui 4 tahap, yakni: Perencanaan (Planning), Tindakan (Action), Pengamatan (Observation), dan Refleksi (Reflective). Penelitian Tindakan Kelas ini juga berpijak pada 2 (dua) landasan,yaitu :
1. Keterlibatan (Involvement) yaitu keterlibatan guru dalam penggelaran penelitian tindakan kelas.
2. Perbaikan (Improvement) yaitu komitmen guru untuk melakukan perbaikan termasuk perubahan dalam cara berfikir dan kerjanya sendiri.
Pada pelaksanaan tindakan kelas ini, peneliti berkolaborasi dengan 2 (dua) orang guru, seorang guru bahasa Inggris kelas XII dan seorang guru Bahasa Jerman kelas XI. Mereka membantu peneliti mengumpulkan data pada saat penelitian sedang berlangsung dan  juga memberikan informasi–informasi  selama proses penelitian berlangsung. 

Penelitian Tindakan Kelas ini akan dilaksanakan dalam 3 siklus dan setiap siklus diharapkan ada perubahan yang dicapai.

B.  Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini yaitu kelas XI Bahasa SMAN 3 ... tahun pelajaran 2006-2007 dengan jumlah sampel sebanyak 17 siswa. Sebagai pertimbangan mengapa kelas ini dipilih untuk menjadi objek penelitian, karena peneliti mengajar di kelas tersebut, serta mendapatkan banyaknya siswa dalam kelas ini yang nampak pasif dalam pembelajaran bahasa asing, mereka kurang berani mengambil inisiatif dalam berbicara sekalipun jumlah tatap muka/jam mengajar lebih banyak dibanding kelas lainnya. Dengan kondisi tersebut memungkinkan peneliti malakukan variasi–variasi pembelajaran. Contoh PTK kenaikan pangkat SMA

C. Sumber Data
Sumber data pada penelitian ini adalah siswa kelas XI Bahasa tahun pelajaran 2006–2007 dengan jumlah 17 orang dengan rincian 14 siswa perempuan dan 3 siswa laki-laki.
Jenis data yang dihimpun adalah data kualitatif karena penelitian ini merupakan penelitian proses yang dilakukan selama tindakan berlangsung. Untuk mempermudah pengumpulan data, peneliti meyusun sebuah rubrik penilaian yang meliputi; 1) Pemahaman, 2) Pelafalan, 3) Komunikasi Interaktif, 4) Isi Cerita, 5) Sikap, dan 6) Struktur. Dalam pengumpulan data ini peneliti dibantu dua orang pengamat. Keduanya adalah guru SMAN 3 .... Selain itu pengumpulan data diperoleh dari dokumentasi yang berupa perekaman suara dan pengambilan gambar. Data yang  dihimpun tersebut tidak hanya diperuntukkan kelengkapan laporan penelitian tetapi juga sebagai arsip sekolah.

D. Prosedur Pengumpulan Data
Data penelitian dikumpulkan melalui observasi dengan menggunakan instrumen yang berupa lembar observasi, lembar rubrik penilaian dan dokumentasi. Kegiatan observasi ini dilakukan pada saat pelaksanaan tindakan. Tim peneliti mengisi rubrik yang telah disediakan dan mencatat kejadian-kejadian selama tindakan berlangsung. Selain itu tim peneliti juga mengambil dokumentasi untuk merekam suara siswa dengan menggunakan audiocasette. Hal ini ditujukan agar siswa mempunyai kesempatan untuk mendengarkan hasil tampilannya dan merenungkan bahasa yang telah digunakan. Mereka mungkin dengan mudah memeriksanya. 
Kegiatan observasi ini dilakukan dengan 3 siklus. Pada siklus pertama peneliti bersama tim pengamat melakukan sesuai rencana pelaksanaan tindakan. Hasil observasi yang telah dihimpun, didiskusikan bersama yang selanjutnya direfleksikan pada siklus berikutnya yakni perbaikan atas kendala-kendala yang telah dilakukan siswa selama proses penelitian.

E.   Analisis Data 
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan statistik diskripsi. Adapun diskripsi yang dipakai untuk mengetahui kemampuan berbicara Bahasa Jerman dengan menggunakan role play adalah sebagai berikut:                1) Pemahaman, 2) Komunikasi Interaktif, 3) Pelafalan, 4) Isi cerita, 5) Sikap, dan 6) Struktur. Teknik analisisnya menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dipergunakan untuk mengolah data hasil pengamatan selama proses pembelajaran, sedangkan analisis kuantitatif dipergunakan untuk mengolah data hasil belajar. Adapun kriteria penilaian dituangkan dalam sebuah rubrik penilaian sebagai berikut: 

Tabel 3.1.                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
Rubrik Penilaian Role Play

Untuk menilai kemampuan berbicara Bahasa Jerman, peneliti menggunakan pedoman penilaian yang diadopsi dari pedoman penilaian pelaksanaan ujian praktik berbicara  dari Departemen Pendidikan Nasional.  
Dari hasil perolehan data, peneliti memberikan batasan-batasan ketuntasan, untuk masing-masing kategori, yaitu: 1) Pemahaman, siswa dapat mengungkapkan 2 sampai 3 kalimat dalam setiap kali pembicaraan, 2) Pelafalan, sangat jelas walaupun dengan aksen bahasa ibu, 3) Komunikasi Interaktif, siswa percaya diri meskipun ada pengulangan dan keraguan, 4) Isi cerita, sesuai tema walau ada sedikit penyimpangan, 5) Sikap,  gaya dan suara kadang kurang penjiwaan, dan 6) Struktur, tatabahasa dan kosakata kadang-kadang kurang tepat. 
Untuk kategori tatabahasa, peneliti tidak memberikan bobot yang tinggi, mengingat tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan kemampuan berbicara. Jika siswa dalam memproduksi kalimat masih ditemukan tatabahasa yang belum benar, sejauh tidak mengubah makna dan pesan yang mau disampaikan dapat dipahami, maka merak akan ditoleransi dalam pencapaian ketuntasan minimal. 

Berdasarkan batasan – batasan ketuntasan minimal yang harus dicapai oleh siswa untuk masing-masing kategori, maka dapat diperoleh skor dan nilai minimal sebagai berikut:
Tabel 3.2
Bobot dan Nilai Ketuntasan Minimal


Dari tabel 3.2 dapat disimpukan bahwa siswa dikatakan tuntas adalah siswa yang telah memenuhi kriteria minimal dari masing-masing kategori, dengan memperoleh bobot minimal sejumlah 18 (delapan belas) yang dikonversikan ke dalam nilai, yakni 75 (tujuh puluh lima). Jadi, Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada pembelajaran Bahasa Jerman dengan menggunakan role play, adalah 75.  Hal ini juga sudah sesuai dengan standart Kriteria Ideal Ketuntasan Minimal dari Badan Standar Nasional Pendidikan. 

F. Prosedur Penelitian/Tahap Penelitian
1. Siklus I
a. Penyusunan Rencana Tindakan
Pada tahap ini peneliti menyusun rencana pembelajaran Bahasa Jerman dengan pokok bahasan mengungkapkan makna secara lisan dalam wacana berbentuk dialog sederhana tentang kehidupan sekolah. Sehubungan pokok bahasan kehidupan sekolah terlalu luas, maka peneliti  membagi menjadi 5 sub pokok bahasan. Hal ini disesuaikan dengan jumlah kelompok di lokasi penelitian. Kelima sub pokok bahasan tersebut meliputi percakapan (1) di perpustakaan,      (2) di kelas, (3) di kantin, (4) di halaman sekolah, dan (5) di ruang Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Percakapan tersebut akan dikemas dalam bentuk role play. 

Selain penyusunan rencana pembelajaran, peneliti  bersama siswa membagi kelima sub pokok bahasan ke dalam lima kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 3 sampai 4 orang dengan rincian; kelompok 1 sebanyak 3 siswa, kelompok 2 sebanyak 3 siswa, kelompok 3 sebanyak 3 siswa, kelompok 4 sebanyak 4 siswa, dan kelompok 5 sebanyak 4 siswa. Seluruh siswa kelas Bahasa berjumlah 17 siswa. Pembagian anggota kelompok dan pemilihan sub pokok bahasan dilaksanakan secara acak, karena kemampuan mereka dipandang rata-rata sama. Ada dua orang yang dominan, Grace dan Merisa,  dari 17 orang, yang tidak memungkinkan dibagi menjadi lima kelompok. Situasi yang demikian, peneliti memutuskan untuk mengunakan pengelompokan secara acak.

Setelah terbentuk kelompok, masing–masing kelompok mendiskusikan topik yang telah mereka terima. Peran peneliti sangat diharapkan sekali oleh setiap anggota kelompok untuk penyusunan kalimat, karena sangat terbatasnya pengetahuan tatabahasa yang siswa miliki.
Kegiatan lain yang peneliti lakukan pada tahapan ini yakni penyusunan instrumen pengambilan data saat tindakan berlangsung. Instrumen tersebut antara lain berupa: 1) lembar rubrik role play, 2) lembar pengamatan untuk guru, dan kaset untuk perekaman. (Instrumen terlampir)

b. Pelaksanaan Tindakan
Pembelajaran diawali dengan penataan ruang kelas yang sesuai untuk kegiatan penyusunan narasi role play oleh masing-masing kelompok. Tempat duduk disetting dalam kelompok. Peran peneliti sangat dibutuhkan pada saat proses penyusunan ini. Peneliti membantu setiap anggota kelompok yang mengalami kesulitan, baik kesulitan dalam pemilihan kosakata, kesulitan penulisan kalimat dengan tatabahasa Jerman yang benar, pelafalan yang tepat, maupun cara memerankannya. Waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan tindakan ini 2 XI 45 menit.
Setelah selesai penyusunan narasi ruang kelas disetting sesuai dengan ruang gerak role play. Untuk lebih menarik para siswa diperbolehkan menggunakan kostum sesuai dengan peran yang mereka terima. Hal ini ditujukan untuk mendukung penjiwaan siswa dalam bermain peran.
c. Pengamatan
Pada saat pelaksanaan tindakan, peneliti dibantu oleh dua orang pengamat untuk membantu mengamati selama proses pembelajaran dengan bantuan instrumen–instrumen yang telah disediakan. Di samping itu peneliti juga mengambil dokumentasi, pengambilan gambar saat tampil, juga merekam suara meraka. Hal ini dilakukan untuk keperluan perbaikan pada siklus berikutnya.

d. Refleksi
Tahapan ini dilaksanakan setelah pelaksanaan tindakan selesai. Refleksi segera dilakukan setelah siswa bermain peran agar mereka masih ingat dengan apa yang telah mereka lakukan. Dan apabila mereka membuat kesalahan, mereka segera mengetahuinya dan diharapkan bisa mengambil suatu tindakan yang sesuai yang berguna bagi perbaikan dirinya. Oleh sebab itu peneliti diharapkan segera menganalisa data ataupun catatan yang telah mereka dapatkan bersama pengamat saat proses  pelaksanaan tindakan berlangsung. Dari hasil perolehan data tersebut, peneliti segera mengambil suatu tindakan yang tepat untuk perbaikan tindakan pada siklus berikutnya. Hal ini bertujuan untuk memperoleh hasil yang optimal. 

2. Siklus lI
a. Penyusunan Rencana Tindakan II
Pada tahap ini peneliti menyusun rencana tindakan yang akan diambil berdasarkan perolehan data pada siklus pertama dengan tujuan agar pada siklus kedua siswa dapat memperbaiki kesalahannya dengan harapan tidak mereka lakukan pada siklus ini.

b. Pelaksanaan Tindakan
Pembelajaran diawali dengan penataan ruang kelas yang sesuai untuk kegiatan penyusunan narasi role play oleh masing-masing kelompok. Tempat duduk disetting dalam kelompok. Peran peneliti sangat dibutuhkan pada saat proses perbaikan baik narasi maupun bermain peran. Pendampingan peneliti masih sangat diperlukan untuk memperbaiki  segala  kesulitan yang telah mereka perbuat, baik kesulitan dalam pemilihan kosakata, kesulitan penulisan kalimat dengan tatabahasa yang benar, pelafalan yang tepat, maupun cara memerankannya. Waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan tindakan ini 2 XI 45 menit.
Setelah selesai penyusunan narasi, ruang kelas kembali disetting sesuai dengan ruang gerak role play. Dan untuk menjaga penampilan yang lebih menarik para siswa tetap diperbolehkan menggunakan kostum sesuai dengan perannya. 

c. Pengamatan
Peneliti masih tetap dibantu oleh dua orang pengamat untuk mengamati proses pembelajaran. Di samping itu peneliti juga mengambil dokumentasi berupa pengambilan gambar dan perekaman suara untuk keperluan pelaporan dan perbaikan pada siklus berikutnya.
d. Refleksi
Peneliti bersama pengamat melakukan analisis data yang diperoleh dan memberikan refleksi pada siswa yang masih melakukan kesalahan, sedangkan bagi yang sudah baik diberi motivasi untuk meningkatkan kualitas pembicaraannya agar kosakata yang mereka peroleh ada peningkatan. 

3. Siklus lII
a. Penyusunan Rencana Tindakan III
Pada tahap ini peneliti menyusun rencana tindakan yang akan diambil berdasarkan perolehan data pada siklus kedua agar pada siklus ketiga ini,  siswa dapat meningkatkan kemampuannya dalam berbicara Bahasa Jerman. Download PTK SMA bahasa jerman
 b. Pelaksanaan Tindakan
Pembelajaran masih tetap diawali dengan penataan ruang kelas yang sesuai untuk kegiatan perbaikan narasi role play oleh masing-masing kelompok. Motivasi  peneliti masih diperlukan pada saat proses pengembangan baik narasi maupun bermain peran. Setelah selesai pengembangan narasi, ruang kelas kembali disetting sesuai dengan ruang gerak role play. Dan untuk menjaga penampilan yang lebih menarik para siswa tetap diperbolehkan menggunakan kostum sesuai dengan perannya. 

c. Pengamatan
Peneliti masih tetap dibantu oleh dua orang pengamat untuk mengamati proses pembelajaran. Di samping itu peneliti juga mengambil dokumentasi yan berupa pengambilan gambar maupun suara untuk keperluan pelaporan.
d. Refleksi
Peneliti bersama pengamat melakukan analisis data yang diperoleh dan memberikan refleksi pada siswa yang masih belum memperoleh hasil yang optimal. Pada siklus terakhir ini siswa juga dimintai pendapatnya untuk mengetahui sejauh mana minat mereka terhadap pembelajaran berbicara dengan mengunakan role play.

PTK BAHASA JERMAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL ROLE PLAY

DAFTAR PUSTAKA


Badan Standar Nasional Pendidikan.2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta:BSNP 
G.Arsjad, Maidar, Dra. dan  U.S, Mukti, Drs.1988. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta : Erlangga
Joanna Budden, British Council. Spain, http://www.teachingenglish.org.uk/think/ speak/role_play.shtml (10 Oktober 2006)
Ladousse, Gillian Porter. 1987. Role Play. OXIford: OXIford University Press
Nur, Mohamad, Prof.Dr. 1999. Teori Belajar. Surabaya : University Press UNESA
Paulston, Christina Bratt, dkk. 1975. Developing Communicative Competence. Pittsburg: Universiy of Pittsburg Press.
Poole, Deborah and Thrush, Emily Austin.l991. Interactions II: A Speaking Activities Book . Singapore: McGraw-hill, Inc.
Tarigan, Henry Guntur, Prof. Dr. 1986. Berbicara Sebagai Suatu Ketrampilan Berbahasa. Bandung : Angkasa
Tim Pelatih Proyek PGSM. 1999. Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Jakarta : Depdikbud Direktorat Pendidikan Tinggi, Pengembangan Guru Sekolah Menengah 

Terimakasih atas kunjungan anda yang telah membaca postingan saya DOWNLOAD PTK SMA BAHASA JERMAN KELAS XI